Entri Populer

Senin, 28 Maret 2011

PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN METODE TEAM ASSISTED INDIVIDUALY PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 28 BIMA TAHUN PELAJARAN 2009/2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun pelajaran 2009/2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu saran kritik yang membangun dan bermanfaat sangat penulis harapkan demi kesempurnaan selanjutnya. Akhirnya penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin
Mataram, 2010
Penulis


PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN METODE TEAM
ASSISTED INDIVIDUALY PADA SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 28 BIMA
TAHUN PELAJARAN
2009/2010
Muh Jufri
07 231 081

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar fisika melalui pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010. Jenis penelitian ini adalah Penelitian kelas (PK) tentang pengajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan analisis data diperoleh ketuntasan klasikal pada siklus I yaitu 69,96% dan pada siklus II sebesar 87,88%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pengajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran fisika pokok bahasan tekanan pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010.

KATA KUNCI : Pembelajarann Inkuiri, Team Assisted Individualy dan Hasil Belajar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Guru sebagai salah satu komponen pendidikan mempunyai peran yang cukup besar mengingat posisi dan peranan guru yang bersentuhan langsung dengan siswa melalui proses belajar mengajar di sekolah. Guru dituntut untuk dapat lebih peka terhadap kondisi atau faktor-faktor yang berpengaruh pada mutu pendidikan dalam hal ini adalah pencapaian hasil belajar. Dalam upaya peningkatan kualitas, baik proses maupun hasil pengajaran merupakan tugas dan tanggung jawab guru. Maka salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengajaran yang menekankan kepada cara belajar siswa aktif.
Fisika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, tersusun secara sistematis, logis berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling sulit. Untuk lebih memahami materi pada pelajaran tingkat yang lebih atas diperlukan penguasaan materi pada pelajaran sebelumnya. Jika banyak kekurangan dalam penguasaan materi sebelumnya, maka dapat diduga bahwa siswa sukar memahami sampai tingkat yang lebih tinggi. Fisika merupakan pelajaran yang saat ini masih dianggap sulit bagi siswa, apalagi jika penyajiannya kurang menarik dapat menyebabkan perhatian siswa akan berkurang serta merasa jenuh. Pandangan yang demikian menyebabkan sebagian besar siswa tidak aktif dan kurang berminat terhadap pelajaran fisika yang pada akhirnya berimplikasi pada rendahnya hasil belajar siswa.
Siswa masih banyak yang bersifat pasif karena jumlah mereka dalam satu kelas cukup banyak, guru kesulitan dalam mengontrol setiap siswa dalam suatu kelompok besar sehingga dicoba untuk mengelompokkan siswa dalam suatu kelompok kecil. Dalam suatu kelompok kecil siswa akan lebih berani mengemukakan pendapatnya dan akan termotivasi oleh teman kelompoknya yang lain. Merekapun akan lebih berani menyampaikan pendapat dan semua masalah belajarnya kepada teman kelompoknya.
Salah satu upaya untuk mengaktifkan siswa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri penyelesaian masalah. Jadi guru hanya menyajikan masalah dan siswa yang berusaha untuk menyelesaikannya. Pengajaran seperti ini disebut dengan pengajaran inkuiri (Sudjana, 1997).
Berdasarkan informasi dari guru fisika dan observasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima, hanya sebagian kecil dari mereka yang antusias dan melibatkan diri dalam proses pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Salah satu faktor penyebabnya adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, dimana pembelajaran masih didominasi oleh guru sehingga siswa lebih banyak menunggu dan menerima begitu saja materi yang diberikan yang menyebabkan siswa cenderung pasif dan merasa bosan serta tidak tertarik dengan pembelajaran yang berlangsung.
Dari masalah yang ditemukan di SMP Negeri 28 Bima, peneliti tertarik menggunakan suatu metode pembelajaran untuk mengatasi masalah-masalah di atas dengan menerapkan pembelajaran Inkuiri tipe Team Assisted Individualy. Dimana metode pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dalam suatu diskusi kelompok. Jadi pada dasarnya bentuk ini merupakan kombinasi antara belajar kooperatif dengan belajar secara individual. Siswa tetap dikelompokkan tetapi setiap siswa belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing tetapi saling membantu dalam kelompoknya.
Penggunaan pembelajaran tipe Team Assited Individualy diharapkan mampu melibatkan setiap siswa ke dalam kegiatan pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan serta dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Hal inilah yang mendorong peneliti mengambil judul “Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun pelajaran 2009/2010".
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah hasil belajar fisika siswa dapat meningkat melalui pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar fisika melalui pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat teoritis
a. Menambah wawasan keilmuan peneliti dan pembaca yang berkaitan dengan metode Team Assisted Individualy.
b. Menjadi rujukan bagi guru atau peneliti berikutnya yang ingin melakukan peneliti yang lebih mendalam tentang metode Team Assisted Individualy.
1.4.2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
Menambah minat belajar khususnya pelajaran fisika dan meningkatkan rasa percaya diri untuk aktif dalam proses pembelajaran.
b. Bagi Guru
Diharapkan dapat menambah wawasan guru tentang penggunaan pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan yang lebih luas tentang metode pembelajaran resitasi.
1.5 Lingkup Penelitian
Untuk mengatasi meluasnya penelitian ini, peneliti membatasi penelitiannya pada masalah ada atau tidaknya “Apakah hasil belajar fisika siswa dapat meningkat melalui pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010.

1.6 Definisi Operasional Variabel
1. Pembelajaran inkuiri dengan metode Team assisted individualy adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa dikelompokkan secara heterogen untuk menemukan sendiri penyelesaian suatu masalah. Pengelompokan bertujuan untuk mempermudah memahami konsep-konsep yang dianggap sulit sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah secara bersama dengan bantuan dari siswa pandai anggota kelompok secara individual.
2. Hasil belajar adalah skor yang dicapai siswa setelah memperoleh pengalaman belajar fisika melalui pembelajaran inkuiri dengan metode Team assisted individualy (TAI). Hasil belajar ini diukur dengan menggunakan instrumen/ tes hasil belajar fisika dan dinyatakan dengan nilai.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Strategi Pembelajaran Inkuiri
Menurut Wijaksono (2009) Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Menurut Wijaksono (2009), strategi pembelajaran inkuiri berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia telah memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera pengecap, pendengar, penglihatan dan indra-indra lainnya. Hingga dewasa keinginan manusia terus menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna manakalah didasari oleh keingintahuan itu. Atas dasar dasar itulah strategi inkuiri dikembangkan. Kata inkuiri berarti menyelidiki dengan cara mencari informasi dan melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dengan pendekatan inkuiri ini peserta didik dimotivasi untuk aktif berpikir, melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran dan mampu menyelesaikan tugas sendiri. Dengan pendekatan inkuiri, diharapkan siswa dapat belajar secara ilmiah, terampil mengumpulkan fakta, menyusun konsep, menyusun generalisasi secara mandiri.
Menurut Wijaksono (2009), proses belajar inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas yaitu : (1). Bertanya, artinya tidak semata-mata mendengarkan dan menghafal, (2). Bertindak, artinya tidak semata-mata melihat dan mendengarkan, (3). Mencari, artinya tidak semata-mata mendapatkan, (4). Mengidentifikasi masalah, artinya tidak semata-mata mempelajari fakta-fakta, (5). Menganalisis, artinya tidak semata-mata mengamati, (6). Membuat sintesis, artinya tidak semata-mata membuktikan, (7). Berpikir, artinya tidak semata-mata melamun atau membayangkan, (8). Menghasilkan, artinya tidak semata-mata menggunakan, (9). Menyusun, artinya tidak semata-mata mengumpulkan, (10). Menerapkan. artinya tidak semata-mata mengingat-ingat, (11). Mengeksperimenkan, artinya tidak semata-mata membenarkan, (12). Mengkritik, artinya tidak semata-mata menerima, dan (13). Mengevaluasi, artinya tidak semata-mata mengulangi
Secara umum proses pembelajaran inkuiri dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah.
2. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir mencari jawaban yang tepat.
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan siswa adalah mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan berbagai kemungkinan jawaban sementara.
4. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.
5. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
6. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.


2.1.2 Team Assisted Individualy
Siswa pada dasarnya memasuki kelas dengan bekal pengetahuan keterampilan-keterampilan dan motivasi yang berbeda, sehingga ketika guru menyampaikan suatu materi pelajaran dalam kelas dengan siswa yang beragam pengetahuannya kemungkinan beberapa siswa tidak mempunyai keterampilan-keterampilan prasyarat untuk mempelajari materi pelajaran tersebut. Sedangkan siswa yang lain mungkin telah mengetahui materi tersebut, sehingga dapat mempelajari dengan cepat dan waktu yang tersisa akan terbuang percuma.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan pembelajaran Inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy (TAI), pembelajaran ini merangsang sebuah bentuk pembelajaran kelompok kooperatif dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah dan saling memotivasi untuk berprestasi.
Beberapa alasan Team Assisted Individualy (TAI), membuat metode ini, Pertama metode ini mengkombinasikan keampuhan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, metode ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual. Metode ini juga merupakan metode kelompok berkemampuan heterogen. Setiap siswa belajar pada aspek khusus pembelajaran secara individual. Anggota tim menggunakan lembar jawaban yang digunakan untuk saling memeriksa jawaban satu tim, dan semua bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban pada akhir kegiatan sebagai tanggung jawab bersama. Diskusi terjadi pada saat siswa saling mempertanyakan jawaban yang dikerjakan teman kelompoknya (Sudjana, 2007).
Terjemahan bebas dari Team Assisted Individualy (TAI) adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (Bidak) dengan karateristik bahwa tanggung jawab belajar ada pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan, tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi.
Anonim (2010), menyatakan menurut Slavin Sintaks pembelajaran TAI adalah:
1. Membuat kelompok heterogen dan memberikan bahan ajar berupa modul
2. Siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi.
3. Penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.
Meskipun siswa belajar dalam bentuk kelompok, tetapi pembelajaran dengan metode Team Assisted Individualy juga menekankan pada penilaian individu. Siswa tetap belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya masing-masing meskipun prosesnya dalam bentuk kelompok. Pembelajaran ini dipandang sebagai suatu pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan sosial siswa yang dapat mempercepat konstruksi tanpa menghambat kemampuan individu (Sudjana, 2007).
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu (Krishananto, 2009).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (Indra, 2009), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Indra (2009), menyatakan berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah kongnitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi ilmu jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Indra, 2009).
2.1.4 Materi Belajar
1. Tekanan Benda Padat
Dua orang anak memiliki berat yang sama. Satu orang memakai sepatu hak tinggi, sedangkan satu orangnya lagi memakai sepatu pria. Jika secara tak sengaja kakimu terinjak oleh kedua orang anak tersebut apakah efek yang kamu rasakan sama? Kenyataannya, kamu merasa lebih sakit ketika terinjak oleh anak yang memakai sepatu berhak tinggi dari pada terinjak oleh anak yang memakai sepatu pria. Bagaimana bisa efek kedua injakan ini berbeda, padahal berat kedua anak tersebut sama?
Berat anak yang memakai sepatu yang berhak tinggi dipotong oleh luas hak sepatu yang sangat kecil (kira-kira 1 cm2) sementara berat anak yang memakai sepatu pria dipotong oleh luas alas sepatu pria (kira-kira 100 cm2). Tampak bahwa efek yang ditimbulkan oleh gaya pada suatu benda juga bergantung pada luas bidang sentuh gaya tersebut. Dari sinilah muncul konsep tekanan yang didefinisikan sebagai gaya persatuan luas permukaan tempat gaya itu bekerja. Pernyataan ini dirumuskan sebagai:
P =
Dengan : F = Gaya (N),
A = Luas bidang sentuh (m2),
P = Tekanan (N/m2).

Gaya adalah besaran vektor karena memiliki arah tertentu, sedangkan tekanan adalah besaran skalar karena tidak memiliki arah tertentu.
Dalam S1, satuan tekanan adalah Pascal (disingkat Pa) untuk menghormati Blaise Pascal sehingga dari persamaan di atas diperoleh hubungan satuan.
1 Pa =
Satu Pascal (1 Pa) adalah tekanan yang dilakukan oleh gaya satu newton pada luas permukaan meter persegi.
Tekanan 1 Pa sangat kecil, kira-kira sama dengan tekanan yang dikerjakan oleh uang kertas rupiah yang diam mendatar diatas meja. Ilmuwan lebih sering menggunakan kilopascal (1 Kpa = 1000 Pa).
2. Tekanan Zat Cair
a. Hukum Pascal
1) Bagaimana arah zat cair terhadap dinding Wadah?
Ketika kamu menekan suatu permukaan benda padat (misalnya meja belajarmu) dengan telapak tangan, tekananmu disebarkan secara merata pada telapak tangan/bidang sentuh antara kamu dan meja. Apa yang terjadi jika tekanan kita berikan pada sejumlah zat cair dalam ruang (wadah tertutup)?
Isilah sebuah kantong plastik dengan air dan pegang ujungnya. Buatlah beberapa lubang pada kantong itu dengan memasukkan jarum secara perlahan-lahan. Peraslah ujung kantong dengan tanganmu yang lain. Apa yang kamu amati?. Ketika kamu memeras ujung kantong plastik yang kamu pegang kamu memberikan tekanan pada air dalam kantong. Pengamatanmu menunjukkan bahwa sejumlah air memancar keluar dari lubang kantong. Ini berarti tekananmu pada kantong diteruskan melalui air dalam kantong tersebut. Kamu amati juga bahwa air memancar keluar dari setiap lubang dengan sama kuat. Ini berarti tekanan dalam zat cair bekerja kesegala arah dengan sama besar (sama kuat).
Kedua kesimpulan di atas digabungkan oleh Blaise dan dinyatakan sebagai hukum Pascal yang berbunyi sebagai berikut:
“Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam suatu ruang (wadah) tertutup diteruskan ke segala arah dengan sama besar (sama kuat)”.
2) Penerapan hukum Pascal dalam keseharian
Prinsip Pascal secara kualitatif dinyatakan sebagai berikut:
“Dengan memberi gaya kecil dapat dihasilkan gaya lebih besar pada pengisap besar. Prinsip Pascal dimanfaatkan oleh banyak alat teknik yang sering kita temukan dalam keseharian, tiga diantaranya yaitu dongkrak hidrolik, mesin hidrolik pengangkat mobil, dan rem hidrolik mobil.
Jika kita menekan prinsip pengisap kecil (luas penampang A1, dengan gaya sebesar F, tekanan yang kamu kerjakan adalah:
P1 =
Tekanan ini diteruskan melalui minyak (zat cair) ke pengisap besar (luas penampang = A2) sesuai dengan hukum Pascal,
P2 = P1



Prinsip Pascal
Keterangan:
F2 = Gaya yang dihasilkan pada pengisap besar (N)
F1 = Gaya yang dihasilkan pada pengisap kecil (N)
A2 = Luas penampung pengisap besar (m2).
A1 = Luas penampung pengisap kecil (m2).
Persamaan di atas inilah yang merupakan pernyataan kuantitatif dari prinsip Pascal, yang sebelumnya telah kita nyatakan secara kualitatif, yaitu dengan memberikan gaya kecil pada pengisap kecil dapat dihasilkan gaya yang lebih besar pada pengisap besar. Jadi dongkrak hidrolik berfungsi sebagai penggali gaya.
3. Konsep Bejana Berhubungan
Konsep bejana berhubungan selalu berlaku : permukaan zat cair yang sejenis dalam suatu bejana berhubungan selalu mendatar dan sama tinggi seperti gambar di bawah ini :



Ketika kita memasukkan suatu minyak dan air di sebuah wadah apa yang kalian lihat? Karena massa jenis minyak lebih kecil dari pada massa jenis air, seperti gambar di bawah ini :




Hubungan kuantitatif antara massa jenis zat cair dalam kedua pipa dengan ketinggian permukaan diperoleh :
ρ2h2 = ρ 1h1
Keterangan: ρ 1, ρ 2 = Massa jenis zat cair 1 dan 2,
h1, h2 = Ketinggian permukaan zat cair 1 dan 2 di atas garis batas.
4. Gaya Apung
Gaya apung adalah gaya yang bekerja pada suatu benda yang dicelupkan ke dalam air yang berarah ke atas. Jadi, selisih antara berat batu di udara dengan berat batu dalam air sama dengan gaya apung yang dikerjakan air pada batu. Secara umum, pernyataan ini dirumuskan:
Gaya apung = berat di udara – berat dalam zat cair.
Pertama : Benda yang tercelup sebagian atau seluruhnya persamaan zat cair akan mengalami gaya apung yang besarnya sama dengan berat zat yang di yang dipindahkan (didesak) oleh benda tersebut.
Kedua : Hukum Archimedes
Suatu benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya di dalam zat cair akan mengalami seluruhnya di dalam zat cair akan mengalami gaya apung yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkan (didesak) oleh benda tersebut.
Tekanan zat cair atau tekanan hidrostatis adalah tekanan pada suatu titik di kedalaman zat cair yang besarnya ditentukan oleh massa jenis zat, tinggi permukaan zat dan titik yang diamati dan percepaan gravitasinya.
P = ρ gh
Dimana P = Tekanan hidrostatis (Pa atau N/m2)
ρ = Massa jenis zat cair (kg/m3)
h = Tinggi permukaan zat cair (m).
g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2).
Besar gaya ke atas yang dialami benda sebanding dengan volume zat yang dipindahkan benda tersebut. Barometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara sedangkan manometer merupakan alat yang di gunakan untuk mengukur tekanan gas dalam ruang tertutup.
Hukum Boyle menyatakan bahwa hasil kali tekanan dengan volume suatu gas di dalam ruangan tertutup adalah tetap selama temperaturnya tidak berubah.
PV = Tetap atau P1V1 = P2V2

2.2 Kerangka Berpikir
Mengajar merupakan suatu rangkaian peristiwa untuk mencapai suatu tujuan dalam pembelajaran. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam menentukan efektif tidaknya suatu pembelajaran. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan prestasi belajar antar siswa. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pengorganisasian atau kelompok kerja siswa. Melalui pengorganisasian, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit karena adanya bantuan dari orang yang lebih kompeten dalam hal ini teman kelompoknya.
Pembelajaran Team Assisted Individualy adalah salah satu alternatif pembelajaran dimana siswa dibentuk dalam kelompok kecil yang heterogen. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah memahami konsep-konsep yang dianggap sulit sehingga siswa dapat memecahkan masalah secara bersama. Bertanya pada teman kelompok untuk mendapatkan kejelasan terhadap apa yang dijelaskan oleh guru akan lebih mudah dipahami karena siswa biasa menggunakan bahasa dan ungkapan-ungkapan yang sama.
Meskipun siswa belajar dalam bentuk kelompok, tetapi pembelajaran Team Assisted Individualy juga menekankan pada penilaian individu. Siswa tetap belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya masing-masing meskipun prosesnya dalam bentuk kelompok. Pembelajaran dengan metode Team Assisted Individualy dipandang oleh penulis sebagai suatu pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan sosial siswa yang dapat mempercepat konstruksi tanpa menghambat kemampuan individu. Jadi dengan metode pembelajaran ini diharapkan siswa akan lebih tanggap dalam menyelesaikan masalah dengan benar sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan “suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian yang perlu dibuktikan atau diuji kebenaranya” (Azhar, 1991: 23). Sedangkan Mardalis (2004: 48) mengemukakan bahwa Hipotesis merupakan “jawaban sementara” atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian.
Berdasarkan dua pendapat di atas, jadi penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ho = Tidak ada peningkatkan hasil belajar fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri dengan metode team assisted individualy pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010
Ha = Ada peningkatkan hasil belajar fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri dengan metode team assisted individualy pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), yang merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto, 2007).
3.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu penelitian tentang urutan-urutan bagaimana penelitian dilakukan (Nazir, 2003). Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dalam bentuk kalimat, kata atau gambar, sedangkan pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan yang berbentuk angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik (Sugiyono, 2007).
Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil observasi dan data angket dalam pelaksanaan pembelajaran, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengolah data hasil belajar.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakana di SMP Negeri 28 Bima pada tanggal 10 April sampai dengan 10 Mei 2010.

3.4. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dapat diartikan sebagai mengatur latar (setting) penelitian agar peneliti memperoleh data yang tepat (valid) sesuai dengan karakteristik variabel dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus, prosedur ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan gambaran analisis data akurat sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Perolehan data dari setiap siklus dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pada siklus berikutnya, pelaksanaan tindakan dari masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi dan refleksi seperti pada gambar 3.1.










Gambar 3.1. Skema Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2007)

Dalam setiap siklus terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Secara rinci perencanaan tindakan untuk setiap siklus dapat dijabarkan sebagai berikut:
3.4.1. Siklus Pertama
1. Perencanaan tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini meliputi peneliti mensosialisasikan metode pemecahan masalah kepada guru dan berkesepakatan untuk melaksanakan pengajaran dengan menggunakan metode tersebut dan peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dan menyusun format-format instrument penelitian seperti: lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa dan kegiatan guru sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran selama proses pengajaran berlangsung, dan tes hasil belajar siswa dalam bentuk pilihan ganda.
2. Pelaksanakan tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan semua hal yang telah direncanakan pada tahap perencanaan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3. Observasi dan evaluasi
Kegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap pembelajaran. Selama berlangsungnya pelaksanaan tindakan, perilaku aktivitas guru sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas belajar siswa dicatat dalam lembar observasi yang telah disediakan. Sedangkan evaluasinya dilakukan dengan memberikan tes pilihan ganda pada akhir setiap siklus untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap konsep yang telah diberikan.
4. Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini, peneliti mengkaji hasil yang diperoleh dari pemberian tindakan pada siklus I, sebagai acuan dalam refleksi ini adalah hasil observasi dan evaluasi. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta menyempurnakan perencanan dan pelaksanaan tindakan pada siklus II.
3.4.2. Siklus Dua
Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus dua sama dengan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus dua. Apa yang menjadi kekurangan pada siklus pertama disempurnakan pada siklus kedua.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah “cara yang digunakan untuk menggumpulkan data-data (Arikunto, 2008). Untuk memperoleh data yang valid dan mencerminkan masalah yang diteliti maka digunakan metode observasi dan tes.
3.5.1. Data Observasi
Observasi adalah pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu (Sudjana, 1997). Dalam hal ini peneliti menggunakan metode observasi untuk melihat aktivitas siswa yang berlangsung selama proses pembelajaran. Selain untuk melihat aktivitas siswa, observasi juga dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan kelas yang dilakuan oleh guru.
3.5.2. Data Tes Hasil Belajar
Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara atau aturan yang telah ditentukan (Arikunto, 2008).
Jadi tes dalam penelitian ini adalah serentetan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kemampuan dan penguasaan yang dimiliki siswa. Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah tehnik tes yang berupa tes pilihan ganda yang dilakukan pada akhir setiap siklus yang dikerjakan secara individual tentang materi pokok tekanan. Kemudian diberikan skor dari hasil tes, skor 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang dipakai untuk menangkap atau mengukur fakta tentang variabel-variabel yang dikaji secara empiris (Arikunto, 1997). Ahli lain menjelaskan bahwa dalam penyusunan instrumen penelitian terdapat macam-macam validitas. Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen (Sugiyono, 2007).
Berdasarkan pendapat kedua para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan instrumen dalam penelitian ini adalah alat untuk menyatakan besaran atau persentase serta lebih kurangnya dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif.
3.7. Uji Coba Instrumen
Sebelum digunakan instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji coba dan analisis untuk mengetahui kelayakannya sebagai alat ukur terhadap kelas VIIB karena pada penelitian sampel yang digunakan yaitu kelas VIIA.
3.7.1. Uji validitas
Untuk menghitung validitas item digunakan rumus korelasi point biserial ( α pbi )
α pbi =
Keterangan:
α pbi = Koefisien korelasi biserial
Mp = Rerata skor siswa yang menjawab benar
Mt = Rerata skor total
St = Standar deviasi skor total
P = Proporsi siswa yang menjawab benar
q = Proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1 – P ).
Soal valid adalah r-hitung ≥ dari r-tabel (Arikunto, 2002).

3.7.2. Uji reliabilitas
Untuk mencari reliabilitas soal keseluruhan tes digunakan rumus KR – 21
r11 =
Keterangan:
r11 = Reliabilitas soal
n = Banyaknya butir item
1 = Bilangan konstan
M = Mean atau rerata skor total
St = Standar deviasi skor total.
Kriteria:
Tabel 3.1. Kriteria reliabilitas
Interval Kriteria
0,81 – 1,00
0,61 – 0,80
0,41 – 0,60
0,21 – 0,40
0,0 – 0,20
sangat tiggi
tinggi
cukup
rendah
sangat rendah
(Arikunto, 2002).

3.7.3. Uji tingkat kesukaran butir soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. (Arikunto, 2002). Untuk mencari tingkat indeks kesukaran (P) dengan rumus :
P =
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab soal benar
JS = jumlah siswa peserta tes
Krtiteria untuk mengetahui tingkat kesukaran item soal adalah:
Tabel 3.2. Kriteria indeks kesukaran
Interval Kriteria
0,00-0,30
0,31-0,70
0,71-1,00 Sulit
Sedang
Mudah
(Arikunto, 2002).
3.7.4. Uji daya beda butir soal
Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2002). Seluruh kelompok tes dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
D =
Keterangan:
D = Daya beda butir soal
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta dari kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta dari kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria untuk mengetahui daya beda butir soal adalah:
Tabel 3.3. Kriteria daya beda butir soal
Interval Kriteria
0,00-0,19
0,20-0,39
0,40-0,70
0,71-1,00 Jelek
Cukup
Baik
Baik Sekali
(Arikunto, 2002).

3.7.5. Fungssi Pengecoh
Pola jawaban soal dapat menentukan apakah pengecoh berfungsi dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh peserta tes berarti bahwa pengecoh itu jelek, menyesatkan. Sebaliknya sebuah pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut- pengikut tes yang kurang memahami konsep atau urang memahami bahan. Suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.
3.8. Teknik Analisis Data
3.8.1. Hasil Observasi
Data hasil observasi dianalisis dengan langah-langkah sebagai berikut:
1. Menganalisis data dan mendeskripsikan hasil observasi pembelajaran untuk setiap pertemuan pada peningkatan pemahaman pada materi pokok bahasan tekanan dengan menggunakan pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy.
2. Menganalisis data dan mendeskripsikan langkah-langkah guru dalam menerapkan pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualyuntuk meningkatkan pemahaman pada materi pokok bahasan tekanan.
3. Menganalisis data sejauh mana keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan peneliti yang bertindak sebagai pengajar.
4. Menganalisis data sejauh mana keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung
Setiap indikator mempunyai empat deskriptor, cara penskoran dengan cara skor 1 diberikan apabila deskriptor nampak dan skor 0 diberikan apabila deskriptor tidak nampak.
A =
Dimana :
A = skor rata-rata aktivitas belajar siswa
 total skor = jumlah skor seluruh siswa
n = Banyaknya siswa
M = (skor maksimal + skor minimal )
= (24 + 0)
= 12
SD = M
= (12)
= 4

Berdasarkan skor standar, maka kriteria untuk menentukan aktifitas belajar siswa (Nur Kencana, 1990) dijabarkan pada tabel berikut ini :
Tabel 3.4. Pedoman Penilaian aktivitas siswa
Interval Kriteria
Mi + 1,5 SDi < A < Mi + 3 SDi
(18 < A < 24)
Mi + 0,5 SDi < A < Mi + 1,5 SDi
(14 < A < 18)
Mi - 0,5 SDi < A < Mi + 0,5 SDi
(10< A < 14)
Mi - 1,5 SDi < A < Mi - 0,5 SDi
( 6 < A < 10)
Mi - 3 SDi < A < Mi - 1,5 SDi
(0 < A< 6) Sangat Aktif

Aktif

Cukup aktif

Kurang aktif

Sangat kurang aktif
(Nur Kencana, 1990)
Untuk mengetahui keterlaksanaan pemebelajaran yang dilaksanakan oleh guru, maka data hasil observasi yang berupa skor diolah dengan rumus:
A =
Dimana:
A = Rata-rata skor aktivitas belajar siswa
X = Skor setiap deskriptor aktivitas belajar siswa
i = Banyaknya deskriptor

Dalam menemukan tinggi rendahnya aktivitas guru maka dapat ditentukan dengan tabel sebagai berikut.
Table 3.5. Indikator Aktivitas Guru
No Persentase Aktifitas Kategori
1 76 % - 100 % Sangat aktif
2 56 % - 75 % Aktif
3 40 % - 55 % Cukup Aktif
4 20 % - 39 % Kurang Aktif
5 Kurang dari 20 % Sangat Kurang Aktif


3.8.2 Hasil Evaluasi
Hasil belajar siswa ditentukan berdasarkan acuan patokan. Skor yang diperoleh siswa melalui Tes Hasil Belajar (THB) akan digunakan untuk menentukan ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal terhadap indikator yang telah ditetapkan. Ketuntasan individual atau ketuntasan per siswa ditentukan dengan rumus.
NP = (Ngalim, 2008)
Keterangan:
NP = Nilai yang di cari atau diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal
Ketuntasan individual atau ketuntasan per siswa menurut standar ketuntasan belajar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran fisika yang ditetapkan oleh sekolah SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010 yaitu sebesar 60.
Sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajaranya jika di kelas tersebut terdapat 85% siswa yang telah mencapai ketuntasan individual. Ketuntasan Klasikal ditentukan dengan rumus.

Keterangan:
KK = Ketuntusan Klasikal
X = Jumlah siswa yang tuntas.
Z = Jumlah siswa yang ikut tes (Arikunto, 2008).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus dari tanggal 10 Maret sampai dengan 10 April 2010. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas kelas VIIIA di SMP Negeri 28 Bima sebanyak 33 orang siswa. Pada penelitian ini data tentang hasil belajar siswa diperoleh dari tes sedangkan data tentang aktivitas belajar mengajar di kelas diperoleh dari lembar observasi. Data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan hasil evaluasi pada setiap siklus yang sudah direncanakan dianalisis dengan rumus yang telah ditetapkan sebelumnya.
4.1.1. Hasil Observasi
Tabel 4.1. Hasil kegiatan pembelajaran PK
Siklus Hasl observasi Refleksi
I • Sebagian besar siswa tidak serius pada waktu kerja kelompok

• Sebagian besar siswa masih takut untuk bertanya kepada guru
• Ada siswa yang tidak betah/tidak cocok dengan anggota kelompoknya sehingga kerjasama antar kelompok kurang optimal
• Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengerjakan soal latihan,
• Kurang partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar
• Beberapa siswa masih kurang menguasai materi, karena masih banyak siswa yang kesulitan mengerjakan soal latihan. • Meminta kepada siswa untuk lebih serius mengerjakan tugas pada waktu kerja kelompok ddan berdiskusi
• Meminta kepada siswa untuk tidak takut bertanya

• Memindahkan siswa yang tidak betah dengan anggota kelompok yang lainnya



• Menekankan dengan tegas kepada siswa agar mencoba mengerjakan soal latihan secara individu
• Meminta siswa untuk menyimpulkan hasil pembelajaran
• Mengulas kembali materi sebelumnya
II • Guru memberikan motivasi kepada siswa



• Guru menyampaikan tujuan pembelajaran



• Siswa tidak menjawab pertanyaan yang diberikan guru untuk menggali pemahamanan dan motivasi. • Guru perlu memberikan motivasi belajar pada siswa agar siswa dapat berfikir tentang materi pelajaran yang ingin disampaikan
• Guru memerlukan menyampaikan tujuan pembelajaran agar pembelajaran terarah sesuai dengan indikator
• Siswa harus menjawab pertanyaan guru walaupun jawaban itu salah.

Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.1. di atas, selama proses pembelajaran berlangsung bahwa kegiatan siswa belum berjalan dengan baik seperti kesiapan dan antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada siklus I terdapat kekurangan yang tentunya akan diperbaiki pada siklus II. Adapun perbaikan-perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus II seperti terlihat pada tabel 4.1. di atas.
4.1.2. Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran
Kegiatan guru selama pembelajaran berlangsung dapat diketahui dari lembar observasi. Kegiatan guru yang sudah dilaksanakan dengan baik dengan persentase rata-rata sebesar 43,06% dengan kategori cukup baik pada siklus I mengalami peningkatan pada siklus II dengan persentase rata-rata 65% sehingga kriteria aktivitas guru dikategorikan baik. Data keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I dan II terlihat pada tabel 4.2. di bawah ini:
Tabel 4.2. Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran


No

Idikator Siklus
I II
P I P II P I P II
1 Jumlah item yang harus dilaksanakan 36 36 36 36
2 Jumlah item yang tidak terlaksana 24 17 16 9
3 Jumlah item yang terlaksana 12 19 20 27
4 Persentase terlaksana 33,3% 52,8% 55,0% 75,0%
5 Kategori Kurang
Baik Cukup
Baik Cukup
Baik Baik
Keterangan:
P I = Pertemuan I
P II = Pertemuan II

4.1.3. Hasil Observasi aktivitas belajar
4.1.3.1. Hasil Data Observasi Aktivitas Guru
Tabel 4.3. Hasil Data Observasi Aktivitas Guru


No

Idikator Siklus
I II
P I P II P I P II
1 Skor yang harus diperoleh 36 36 36 36
2 Skor yang diperoleh 12 19 20 27
3 Skor rata-rata 1,33 2,11 2,22 3,00
4 Kategori Kurang
Baik Cukup
Baik Cukup
Baik Baik
Keterangan:
P I = Pertemuan I
P II = Pertemuan II

4.1.3.1. Hasil Data Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Tabel 4.4. Hasil Data Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Indikator Siklus
I II
PI PII PI PII
Kesiapan dan antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan 76 110 115 118
Interaksi siswa dengan guru 18 49 72 84
Interaksi siswa dengan siswa 36 40 81 89
Aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran 46 57 84 99
Aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok 33 34 74 95
Partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil diskusi 63 47 77 104
Jumlah 272 337 503 589
Rata-rata per siswa 8,24 10,21 15,24 17,85
Kategori Kurang Aktif Cukup Aktif Aktif Aktif


4.1.4. Data Hasil Belajar Siswa
Dari hasil analisis siklus I diperoleh nilai rata-rata siswa 67,53 dengan nilai tertinggi 92,86 dan nilai terendah 42,86, dengan persentase kelas 69,69%. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5. di bawah ini.




Tabel 4.5. Data Hasil Belajar Siswa

Tes Siklus
I II
Jumlah Siswa 33 33
Nilai Total 2228,57 2314,29
Nilai Rata-rata 67,53 70,13
Siswa Yang Tidak Tuntas 10 4
Siswa Yang Tuntas 23 29
Nilai Tertingi 92,86 92,86
Nilai Terendah 42,86 50,00
Persentase Ketuntasan Klasikal 69,69% 87,88%
Kategori Tidak
Tuntas Tuntas

Dari tabel 4.5 tersebut terlihat bahwa persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan yakni ≥ 85% (Lampiran 28).
4.2. Pembahasan
Berdasarkan analisis data hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh nilai rata-rata siswa 67,53 dengan nilai maksimum 92,86 dan nilai minimum 42,86 dengan rata-rata persentase ketuntasan 69,69%, terlihat bahwa persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I belum memenuhi kriteria yang ditetapkan yakni ≥ 85%. Hasil evaluasi ini juga menunjukkan bahwa terdapat 10 orang siswa masih belum tuntas belajarnya. Hal ini disebabkan karena terdapat pula kekurangan antara lain: (a). Sebagian besar siswa tidak serius pada waktu kerja kelompok sehingga kerjasama antara anggota kelompok kurang optimal, (b). Sebagian besar siswa masih takut atau malu untuk bertanya kepada guru, (c). Ada siswa yang tidak betah/tidak cocok dengan anggota kelompoknya sehingga kerjasama kelompok kurang optimal, (d). Kurang partisipasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar, (e). Guru dalam menjelaskan materi dengan suara yang kurang keras sehingga banyak siswa yang bermain-main, (f). Guru kurang menekankan kepada siswa supaya saling membantu dalam mengerjakan tugas antara siswa kelompoknya, dan (g). Siswa masih terpengaruh oleh kondisi di luar kelas sehingga menyebabkan suasana kelas menjadi sedikit ribut.
Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 70,13 dengan nilai maksimum 92,86 dan nilai minimum 50,00 dengan ketuntasan klasikal 87,88%. Hasil ini terlihat bahwa persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan yakni ≥ 85%. Hal ini disebabkan karena pada saat proses belajar mengajar berlangsung dengan baik seperti: (a). Meminta kepada siswa untuk lebih serius mengerjakan tugas pada waktu kerja kelompok, (b). Meminta siswa untuk tidak malu dan takut bertanya, (c). Memindahkan siswa yang tidak betah dengan anggota kelompoknya dan membentuk kelompok baru sehingga siswa dapat bekerjasama dengan anggota kelompoknya, (d). Menekankan kepada siswa agar mencoba mengerjakan soal latihan yang diberikan bukan hanya menyalin jawaban temannya saja, (e). Kegiatan guru yang sudah terlaksana dengan baik diantaranya memberikan apersepsi, menyampaikan materi, pendampingan siswa dalam diskusi kelompok, dan (f). kondisi di luar kelas sudah mulai kondusif.
Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy mengajak siswa untuk belajar melalui partisipasi secara aktif untuk menemukan suatu konsep atau prinsip, dari pengalaman yang mereka miliki dan mampu melibatkan setiap siswa ke dalam kegiatan pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan serta dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa, penerapan pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy dapat meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar pada mata pelajaran fisika pokok bahasan tekanan siswa kelas VIII di SMP Negeri 28 Bima Tahun pelajaran 2009/2010, terlihat dari hasil ketuntasan klasikal 87,88%.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh ketuntasan klasikal pada siklus I yaitu 69,69% dan pada siklus II sebesar 87,88%, maka disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa dapat meningkat melalui pembelajaran inkuiri dengan metode Team Assisted Individualy pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bima Tahun Pelajaran 2009/2010,.
5.2 Saran-Saran
Adapun saran-saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi guru khususnya guru fisika di SMP Negeri 28 Bima dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat memantapkan pembelajaran dengan pendekatan menggunakan pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam untuk menguji keunggulan dari pembelajaran Inkuiri dengan Metode Team Assisted Individualy dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan yang lain..
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Jilid VII. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto. 2007. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Azhar. 1991. Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Indra. 2009. Prestasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Krishananto. 2009. Interaksi Dan Motifasi Belajar Mengajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mardalis. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Bian Aksara.

Ngalim. 2008. Metodelogi Research. Bandung: CV. Tarsito.

Purwanti. 2007. Fisika SMA Kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Nurkencana. 1990. Evaluasi Hasil Relajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto. 2008. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakrya.

Prasodjo. Budi. 2007. Teori Dan Aplikasi Fisika. Malang: Yudistira.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 1997. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. 2007. Statsistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar